Selasa, 07 Desember 2010

Kebranang ing Gegayusan


Dulu, waktu saya masih SD hingga awal kuliah, ada acara tv yang sangat digemari orang desa di seputar Yogya dan Jawa Tengah bagian selatan. Itulah acara kethoprak yang ditayangkan TVRI stasiun Yogyakarta setiap malam Minggu.

Ketika itu di desa saya belum banyak pesawat tv. Di sekitar tempat saya tinggal hanya Pak Lurah yang punya.

Maka di rumah Pak Lurah itulah setiap malam Minggu berkumpul puluhan warga dari orang dewasa hingga anak-anak lain untuk nonton kethoprak.

Di desa saya waktu itu belum ada listrik. Jadi, tv dihidupkan dengan aki (accu). Beberapa hari sekali harus diisi ulang ke desa lain yang sudah ada listrik PLN.

***
Pada masa akhir kejayaan kethoprak itu, TVRI Yogya pernah menanyangkan kethoprak sayembara. Saya lupa persisnya tahun berapa. Barangkali untuk mengantisipasi munculnya stasiun tv swasta yang siarannya lebih variatif.

TVRI menggandeng penulis cerita ternama untuk bergabung. Termasuk di antaranya SH Mintardja yang dikenal publik Yogya dan Jawa Tengah sebagai penulis cerita Nagasasra & Sabukinten, Api di Bukit Menoreh, dan Pelangi di Langit Singasari sebagainya. (bisa lihat tulisan-tulisan beliau di adbmcadangan.wordpress.com)

Dua karya SH Mintardja yang digelar untuk kethoprak sayembara itu, yang saya ingat, adalah “Ampak-ampak Kaligawe” serta “Kebranang ing Gegayuhan”. Seingat saya, TVRI dalam menggelar sayembara juga melibatkan majalah berbahasa Jawa “Djaka Lodhang”.

***
Cerita “Kebranang ing Gegayuhan” ini paling menarik. Secara harfiah, kebranang artinya terbakar atau tergoda. Gegayuhan artinya harapan, angan-angan, cita-cita. Pokoknya sesuatu yang ingin digayuh atau dicapai. “Kebranang ing Gegayuhan” kira-kira artinya yang paling pas dengan cerita adalah “terbakar oleh angan-angan”.

Ini cerita tentang seseorang atau sekelompok orang yang karena tergiur dengan jabatan yang tinggi lalu menempuh cara-cara nista. Dia menghalalkan segala cara termasuk mencelakakan orang lain, orang dekat, melakukan pembunuhan, dan sebagainya.

Dalam sayembara, pertanyaannya adalah tentang siapa yang menjadi dalang pembunuhan seorang pejabat di Kadipaten Kateguhan. Sebagai cerita sayembara, banyak kejutan yang ditampilkan.

Entah mengapa inilah satu-satunya cerita yang kethoprak sayembara yang nama tokoh-tokohnya masih saya catat. Saya lupa persisnya bagaimana bisa mencatat nama tokoh-tokoh dalam cerita itu di salah satu buku yang memang saya khususnya untuk mencatat kutipan buku, ceramah orang, serta bacaan-bacaan menarik.

Tokoh-tokoh yang masih tercatat antara lain Rantamsari, Senapati Sanggayuda, Rembono, Sasongko, Wignyono, Wismoyo, Madyasto, Wicitro. Lalu ada Tumenggung Reksadrana, Wiradapa, serta Demang Panjer.

Sebagai kejutan, ternyata dalang kekisruhan itu adalah Rantamsari, istri Adipati Kateguhan. (Nama si wanita mengandung makna yang terkait erat dengan kata gegayuhan). Sebenarnya, saya kira, yang lebih terbakar oleh angan-angan bukanlah Rantamsari melainkan orang-orang suruhannya yang mendapatkan banyak iming-iming untuk melakukan tindakan yang mencelakakan orang lain.

***
Lalu, kalau mengingat cerita berkembang di media massa belakangan ini, tentang orang-orang yang lupa daratan karena angan-angan untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya, saya kok jadi ingin mengubah cerita SH Mintardja itu menjadi “Kebranang ing Gegayusan.” (sumber: inspirana.blogspot.com)


PS: Gambar diambil dari cover salah satu cerita karya SH Mintardja, Panasnya Bunga Mekar.

2 komentar:

  1. Cerita kadipaten kateguhan itu di cerita karya S.H. Mintardja yang judulnya Meraba Matahari ya Pak Kelik.

    BalasHapus
  2. terima kasih Mas Sugiri. Wah ini informasi baru buat saya. kalau memang ada dalam Meraba Matahari maka peluang untuk membaca kembalinya menjadi jauh lebih besar. terima kasih banyak mas.

    BalasHapus